Potensi zakat perusahaan itu besar dan signifikan, lebih besar dari zakat individu.
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Potensi zakat perusahaan itu besar dan signifikan, lebih besar dari zakat individu. Sehingga harus diberikan perhatian khusus karena maslahat dhuafa dan keberkahan hartawan.
Zakat perusahaan itu berkaitan dengan zakat perdagangan dan saham. Oleh karena itu, perusahaan diberikan salah satu dari dua pilihan berikut, yaitu (1) menunaikan zakat perusahaan sebagai entitas seperti halnya individu yang mengelola aktivitas usaha. Atau (2) zakat saham karena pemilik saham sebagai pemilik perusahaan. Saat perusahaan sudah menunaikan zakatnya, gugur kewajiban pemilik saham dan tidak perlu mengeluarkan zakat kembali.
Zakat perusahaan itu wajib ditunaikan oleh manajemen perusahaan sebesar 2,5 persen dari laba perseroan merujuk pada zakat perdagangan. Sebagaimana Keputusan Lembaga Fikih OKI No. 28 (3/4) tentang Zakat Saham Perusahaan, Muktamar Internasional I tentang Zakat (29 Rajab 1404 H), dan PMA No. 52 tahun 2014, dan Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI ke-7 Tahun 2021 tentang Hukum Zakat Perusahaan.
Pilihan otoritas fatwa MUI dan internasional tersebut menjadi keniscayaan di tengah jumlah dhuafa yang jauh lebih besar dari donasi sosial yang berhasil dihimpun, bahkan dari potensi zakat itu sendiri. Sehingga pilihan pendapat tersebut yang harus diimplementasikan agar memberikan kemanfaatan kepada para dhuafa dan memberikan keberkahan kepada para hartawan.
Hal ini karena aktivitas perusahaan memenuhi kriteria harta yang berkembang sebagai salah satu kriteria wajib zakat. Ash-Shan’ani mengatakan: “Bahwa sesungguhnya substansi zakat itu tidak berlaku kecuali pada harta yang berkembang” (as-Shan’ani, Bada’i, 2/11).
Sebagaimana kaidah al-khiltah dan milkiah, maksudnya saat saham-saham yang dimiliki personal itu digabung menjadi saham perusahaan, maka seluruh saham tersebut menjadi milik perusahaan. Sebagai entitas hukum yang memiliki hak dan kewajiban; layaknya individu karena perusahaan memiliki tanggung jawab yang terpisah dari tanggung jawab pemilik saham.
Keputusan Ijtima’ Komisi Fatwa menjelaskan kriteria perusahaan wajib zakat.
Keputusan Ijtima’ Komisi Fatwa menjelaskan kriteria perusahaan wajib zakat: “Harta perusahaan wajib zakat dengan ketentuan: memenuhi kriteria harta perusahaan wajib zakat (aset perusahaan lancar, dana perusahaan yang diinvestasikan pada perusahaan lain, dan kekayaan fisik yang dikelola dalam usaha sewa atau usaha lainnya), telah berlangsung satu tahun, terpenuhi nisab kadar zakat tertentu sesuai sektor usahanya” (Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI ke-7 Tahun 2021).
Di antara contoh metode perhitungan adalah “Metode penghitungan zakat perusahaan didasarkan pada keuntungan bersih setelah dikurangi biaya operasional, sebelum pembayaran pajak dan pengurangan pembagian keuntungan (dividen) untuk penambahan investasi ke depan dan berbagai keperluan lainnya” (Keputusan Ijtima’ Komisi Fatwa ke-7).
Di antara contohnya, keputusan RUPS salah satu bank syariah yang menyetujui perusahan untuk melakukan pembayaran zakatnya sebesar 2,5 persen dari laba perusahaan. Selanjutnya, akan sangat baik jika ada regulasi yang mengatur dan mewajibkan perusahaan (selama memenuhi kriteria wajib zakat) untuk menunaikan kewajiban zakatnya agar menambah keran donasi sosial untuk para mustahik, dhuafa, dan fakir miskin.
Wallahu a’lam.
Sumber : https://www.republika.id/posts/27033/zakat-perusahaan